Minggu, 31 Maret 2013

DINASTI MURABITHUN DAN MUWAHHIDUN BAB I



PENDAHULUAN

           Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Andalusia (Spanyol ) masa penaklukan Islam oleh Thariq bin Ziad hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir disana, Islam memainkan peranan sangat besar. Pada priode ini Daulah Umayyah Spanyol mencapai puncaknya menyaingi Daulah Abbasyiah di Bagdad. Apalagi ketika  telah didirikannya Universitas Cordoba, perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku, pembangunan kota berlangsung cepat dan rakyat dapat menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Maka banyaklah para pencari ilmu pengetahuan memperdalam ilmu mereka di Andalusia terutama bangsa-bangsa Eropa.

          Masa tersebut dikenal sebagai masa Daulah Umayyah II. Masa tersebut berlangsung lebih kurang tujuh setengah abad lamanya. Dalam kurun waktu 750 tahun tersebut. Pada masa Islam di Andalusia  ini, tentulah banyak hal yang bisa disumbangkan Islam terhadap wilayah tersebut. Sehingga kalau saat ini kita berada di Spanyol kita akan melihat  masih banyak  peninggalan-peninggalan bersejarah Islam yang terdapat disana.
          Sehingga ketika Umat Islam di Spanyol memasuki masa disintegrasi masih terdapat kekuatan besar yang dominan, yaitu dinasti Murabithun dan dinasti Muwahhidun. Meskipun dua dinasti ini pada mulanya merupakan gerakan keagamaan akhirnya menjadi suatu gerakan yang berbentuk pasukan dan berhasil menguasai  beberapa daerah Andalusia yang telah dikuasai Kristen.
            Meskipun diakhir pemerintahannya daerah daerah yang mereka kuasai tersebut pada akhirnya kembali dikuasai oleh pihak Kristen kecuali Granada, yang  kelak nantinya berada dibawah Dinasti Bani Ahmar.
            Untuk mengetahui apa dan bagaimana sejarah berdiri  sampai berakhirnya serta kemajuan yang dicapai oleh kedua dinasti ini. Penulis akan menguraikan lebih lanjut pada bab- bab  selanjutnya.
             

                                                                           1
BAB II
DINASTI MURABITHUN

A.    Proses Berdiri dan Berkembangnya Dinasti  Murabithun

           Murabithun adalah salah satu dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi. Nama Murabithun berkaitan erat dengan nama tempat tinggal mereka (ribat, semacam madrasah). Mereka biasa juga diberi sebutan al-mulassimun (pemakai kerudung sampai menutupi wajah). Asal usul dinasti dari Lemtuna, salah satu puak dari suku Senhaja. Berawal dari 1000 anggota pejuang. Diantara kegiatan mereka adalah menyebarkan agama Islam dengan mengajak suku-suku lain menganut agama Islam seperti yang mereka anut. Mereka mengambil ajaran mazhab Salaf secara ketat. Wilayah mereka meliputi Afrika Barat Daya dan Andalus. Pada mulanya gerakan keagamaan yang kemudian berkembang menjadi religio militer. 
          Dalam meyiarkan Islam  dengan sebutan al-Mulassimun juga dinyatakan oleh Dr. Ali Mufrodi: ” mereka menyiarkan Islam dengan semangat dan menggunakan cadar, sehingga dinamakan al-Mulassimun (orang-orang yang bercadar) ”.
          Perkataan “al-Murabithin “ sebagaimana di tulis oleh Greet, berasal dari bahasa Arab”murabith” yang dalam bahasa Perancis disebut “marabout”, bermakna mengikat, menyimpulkan, memasang, melekatkan, mengaitkan dan menambatkan. Dengan demikian seorang Marabout atau Murabith adalah orang yang terikat, tertambat kepada Tuhan, bagaikan seekor unta yang diikat pada tiang tambatan, atau kapal yang ditambat di dermaga dan sebagainya .
         Sementara Lapidus mengatakan bahwa “al-Murabithun” berasal dari sebuah akar kata Al-Qur’an “ r-b-t “ yang merujuk pada       tehnik     pertempuran jarak dekat dengan
                                                                                        
infantri di barisan depan dan pasukan berunta dan berkuda pada barisan belakang (yang
sudah lazim dalam pertempuran masyarakat Berber) , menunjukkan bahwa “al-Murabithun “ bermakna orang-orang yang terjun ke Medan perang suci sebagaimana yang diisyaratkan al-Qur’an .   Dapat dilihat dalam surat al-anfal ayat 60:
واعد هم ما استطعتم من قوة ومن ربا ط الخيل تر هبون به عد الله    
وال وعدوكم واخرين من دو نهم لا تعلمو نهم الله يعلمهم                        
Artinya: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu   sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu ) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya.
           Hal yang senada  juga  dinyatakan oleh Philip K. Hitti bahwa pada mulanya al-Murabithun ini merupakan kumpulan persaudaraan militer, mereka mengambil anggota-anggotanya yang baru dari kalangan suku-suku yang kaum lelakinya memakai kerudung yang menutupi muka sampai ke mata, justru itu mereka dinamai juga dengan pemakai kerudung .
           Sementara itu menurut K.Ali   Murabithun  berasal dari kata “ribath “ sebuah kata turunan lainnya yang berarti sebuah tenpat suci yang menyerupai benteng , seperti biara bagi para biksu dan “Rabat” ibu kota negeri ini (Magrib) juga berasal dari kata “Ribat” yang berarti tempat suci. 

             Dari beberapa uraian diatas dapat dipahami bahwa Murabihun  nampaknya pada  awalnya adalah merupakan suatu gerakan keagamaan  yang bertujuan memberantas berbagai penyelewengan keagamaan dan akhirnya berkembang memasuki wilayah militer dan kemudian politik dan kekuasaan.
           Seperti telah disinggung diatas bahwa Murabithun berasal dari suku Lamtunah, yaitu merupakan bagian dari cabang suku  Shanhajah dari suku Barbar. Jumlah mereka semakin bertambah ketika Musa bin Nushair menjadi gubernur diwilayah Afrika. Dalam perkembangan berikutnya, mereka menjadi sebuah komunitas yang cukup dominan di wilayah tersebut.Gerakan Murabithun ini dipelopori Yahya bin Ibrahim Al-Jaddali salah seorang kepala suku Lamtunah. Gerakan ini dimulai sekembalinya dari perjalanan ibadah haji. Dalam perjalanan kembali ke kampung halaman di Naflis, ia berjumpa dengan seorang alim bernama Abdullah bin Yasin Al-Jazuli. Dengan kesungguhan hati, Yahya bin Ibrahim meminta Abdullah bin Yasin untuk datang ke tempat tinggalnya dan mengajarkan ilmu agama yang benar kepada penduduk ditempat tinggal Yahya, sehingga ia bersama Yahya pergi menuju  tempat kelahiran  Yahya bin Ibrahim. Akan tetapi, dakwah yang disampaikan Abdullah bin Yasin tidak mendapat banyak sambutan, kecuali dari keluarga Yahya bin Ibrahim, Yahya bin Umar dan keluarga adiknya Abu Bakar bin Umar. Melihat kegagalan dakwah  yang disampaikannnya, akhirnya Abdullah bin Yasin mengajak beberapa orang pengikutnya pergi ke sebuah pulau di Sinegal.
          Kegagalan dakwah tersebut di latarbelakangi  karena: pada mulanya tindakan keras dan tegas yang diperaktekkan oleh Abdullah bin Yasin dalam mengajarkan sekaligus memurnikan ajaran Islam, telah mengurangi simpati mereka kepadanya,sehingga hamper saja beliau meninggalkan ummat yang baru dihadapinya tersebut untuk pergi berdakwah ke Sudan.Namun karena bujukan dan desakan dari beberapa teman dekatnya, akhirnya Abdullah bin Yasin mau bertahan dan menetap disana.
          Orang- orang Berber yang berpandangan luas menyesali tindakan mereka terhadap Abdullah bin Yasin, dan datang meminta maaf serta menyatakan bersedia melaksanakan ajaran- ajaran gurunya, sehingga secara bersama-sama mereka mendirikan ribat, semacam pesantren, di hulu sungai Sinegal .
           Disinilah Abdullah bin Yasin dan para pengikutnya mendirikan ribat . Orang –orang yang bergabung dengan kelompok Abdullah bin Yasin dan Yahya bin Ibrahim, semakin bertambah banyak. Ketika jumlah pengikutnya  sekitar seribu orang, Abdullah bin Yasin memerintahkan kepada seluruh pengikutnya untuk menyebarkan ajaran mereka keluar ribath dan memberantas berbagai penyimpangan ajaran agama. Sasaran usaha kelompok ribath ini tidak hanya ditujukan kepada individu, tetapi juga kepada para penguasa yang memungut pajak terlalu tinggi tanpa ada distribusi yang jelas kepada masyarakat. 
          Dalam perkembangan selanjutnya, ketika pengikut ribath semakin bertambah banyak, mereka mulai melirik cara lain dalam perkembangan ajaran kelompok ini, yaitu dengan memasuki wilayah politik militer dan kekuasaan.Untuk kepentingan itu, mereka mengangkat Yahya bin Umar menjadi panglima militer mereka. Kelompok ini kemudian melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah Sahara Afrika dan menaklukan penduduknya.Usaha ekspansi ini bukan berarti tidak ada perlawanan sengit, penguasa Sijilmash bernama Mas’ud bin Wanuddin al-Magrawi melakukan perlawanan sengit, meskipun akhirnya gugur dalam pertempuran tersebut dan ibu kota Wadi Dar’ah direbut oleh kelompok Murabithun pada tahun 1055 M. 
                 Dr. Hasan Asari, MA menyebutkan, Ribath tidak menjadi lembaga sufi pada saat pertama lembaga ini diperkenalkan. Pada abad ke-1/7, semasa berlangsungnya penaklukan besar-besaran yang dilakukan pasukan Muslim, ribath berarti barak-barak tentara yang berada pada garis depan, dekat dengan perbatasan daerah yang masih dikuasai musuh atau yang sedang dalam proses penaklukan. Asosiasi ribath  dengan persoalan militer dapat dilihat dalam sejarah munculnya dinasti Murabithun, yang pernah
Menjadi  penguasa Afrika Utara dan al-Andalusia  dari pertengahan abad ke - 5/ 11 hingga pertengahan abad berikutnya, meskipun asosiasi ini bukan kondisi yang umum lagi sejak abad ke -8/ 14. Para penghuni Ribath (murabith, murabithun) kemudian mengalihkan perhatiannya dari perang fisik  melawan musuh kepada perang spiritual melawan diri dan jiwa mereka sendiri dalam praktek-praktek sufi. 
           Setelah Yahya bin Umar meninggal pada tahun 1056 m, tampuk kekuasaan diambil alih oleh adiknya yang bernama Abu Bakar dan kemanakannya bernama Yusuf bin Tasyfin. Setelah Abdullah bin Yasin meninggal pada tahun 1059 M, dalam suatu pertempuran Samudera Atlantik. Sepeninggal Abdullah bin Yasin, tampuk kekuasaan dan wilayah-wilayah kekuasaan kaum ribath diambil alih oleh Abu Bakar dan Yusuf bin Tasyfin.
          Ketika terjadi konflik di antara suku-suku yang ditinggalkannya di bagian utara, kedua berpisah. Abu Bakar kembali ke Sahara untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban. Sementara Yusuf bin Tasyfin melanjutkan usaha penaklukannya ke wilayah Utara. Usaha keduanya berhasil dengan baik. Karena itu, Abu Bakar berkeinginan kembali ke utara dan mengambil kekuasaan. Tetapi apa yang diharapkan Abu Bakar tidak menjadi kenyataan. Karena kedatangannya ke wilayah Magribi tidak diharapkan oleh Yusuf bin Tasyfin dan istrinya bernama Zainab. Karena itu, ketika Abu Bakar tiba Yusuf tidak pernah menyinggung soal kepemimpinan. Yusuf hanya memberikan hadiah dengan jumlah yang cukup banyak.
          Tampaknya Abu Bakar tidak mau bersitegang dengan kemanakannya hanya karena persoalan politik kekuasaan. Karena ia menyadari bahwa latar belakang berdirinya kelompok ini semata bertujuan   memberikan peringatan kepada semua orang dan para penguasa yang telah melakukan penyimpangan ajaran agama. Karena itu kemudian ia pergi meninggalkan  Mahgribi dan kembali ke Sahara, terus pergi ke Sudan dan meninggal disini.  Setelah satu tahun Yusuf bin Tasfin memimpin kesultanan Al-Murabithun, dia langsung membangun kota Marrakech dan menjadikannya sebagai ibu kota pemerintahannya.                                                      
           Ekspansi wilayah masih terus dilanjutkan dan bahkan sampai ke Aljazair. Ia menganggkat pejabat dari kalangan Murabithun untuk menduduki jabatan gubernur pada wilayah taklukan, sementara ia memerintah di Maroko. Pada masa Yusuf Tasyfin ini Murabithun mengalami kejayaan.
          Puncak prestasi karir politik Yusuf bin Tasyfin dicapai ketika ia berhasil menyeberang ke Spanyol. Keberangkatannya ke Spanyol atas undangan amir Cardoba, Al-Mu’tamid bin Abbas, yang terancam kekuasaan oleh raja Alfonso VI (raja Leon Castelia). Dalam melaksanakan perjalanan ini Yusuf Bin Tasyfin mendapat dukungan dari Muluk al Thawaif Andalus. Dalam sebuah pertempuran besar di Zallakah tanggal 12 Rajab 479 H/ 23 Oktober 1086 M, ia berhasil mengalahkan raja Alfonso VI selanjutnya berhasil merebut Granada dan Malag. Mulai saat itulah ia memakai gelar Amir al-Mukminin. Pada akhirnya ia juga berhasil menaklukan Muluk al-Thawaif.kemudian menggabungkan wilayah itu dalam kerajaan yang dibangun.Yusuf juga berhasil menaklukan Almeria dan Badajoz. Kemudian menaklukan kerajaan Saragosa dan pulau Balearic.
         Yusuf bin Tasfin wafat dalam usia seratus tahun (1106), yang pada waktu itu kekuasaannya telah sampai ke Liberia Selatan termasuk juga Valencia dan Afrika Utara dari kepulauan Atlantik sampai dengan Aljazair. Warisan yang cukup luas tersebut diterima anaknya yang bernama Ali bin Yusuf bin Tasfin dan berhasil melanjutkan politik pendahulunya dengan mengalahkan anak Alfonso VI tahun 1108. 

B.  Kemajuan yang Dicapai Dinasti Murabithun
 a.   Filsafat.
            Pada masa Daulah Umayyah II telah diketahui bahwa Cardoba dengan perpustakan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Bagdad sebagai pusat Ilmu Pengetahuan dan peradaban Islam.  Kebijakan para penguasa Dinasti Umayah di Andalusia ini merupakan langkah    untuk melahirkan    para ilmuan     dan       filosof terkenal pada masa
Daulah Murabithun antara lain: Ibnu Bajjah,Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd .
b.   Sains
          Diantara Sain yang  berkembang saat itu adalah kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain. Salah seorang tokoh terkenal dalam kimia dan astronomi adalah Abbas bin Farmas. Dia adalah orang yang pertama yang manemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim bin Yahya Al-Naqqash terkenal dalam astronomi. Dalam riset  yang dilakukannya berhasil menentukan beberapa lama terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lama waktu terjadinya gerhana tersebut. Selain itu ia juga berhasil membuat teropong bintang modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad bin Abbas dari Cardoba adalah seorang ahli dalam bidang obat-obatan.  Ummul Hasan bin Ja’far dan saudara perempuannya Al-Hafidz adalah orang ahli kedokteran dari kalangan wanita. 
          Selain itu daulah Murabithun yang pertama  membuat uang dinar memakai huruf Arab dengan tulisan Amir al-Mukminun dibagian depannya  mencontoh uang Abbasyiah dan bertuliskan kalimat iman dibelakanggnya .   Selain itu dibangun  pula sejumlah Mesjid yang indah  di berbgai kota.
c.   Fiqih Mazhab Maliki
           Mazhab Maliki ini mengalami perkembangan yang signifikan karena selain satu-satunya mazhab yang dapat diterima dikalangan muslimm Andalusia, juga karena mendapat dukungan dari penguasa Murabithun dan para fuqaha. Maka wajar mazhab  ini mengalamai kemajuan pesat. 
                                                        
C.   Kemunduran  dan Kehancuran Dinasti Murabithun

          Pada pertengahan abad ke 12, pemerintahan Al-Murabithun mulai terdesak, dan beberapa beberapa kesultanan Muslim Spanyol menolak otoritasnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan sikap mental mereka, yakni dengan terkondisinya kemewahan yang berlebihan. Perubahan sikap tersebut jelas kelihatan, dari selama ini mereka keras dalam kehidupan Sahara, menjadi sangat lemah lembut dalam kehidupan Spanyol yang penuh gemerlap kemewahan materi.  Selain itu  penguasa –penguasa sesudah Yusuf ibnu Tasyfin adalah raja-raja yang lemah.  Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir. 
           Sepeninggal Yusuf bin Tasyfin pada 1106 M, kekuasaan Murabithun hanya bertahan kurang lebih setengah abad, Karena fase ini Ali bin Yusuf tidak banyak melakukan konsulidasi kekuatan dan kekuasaan, sehingga mengalami  masa-masa kemunduran. Dalam catatan sejarah diketahui bahwa Ali bin Yusuf tidak secakap ayahnya dalam masalah kepemimpinan dan politik, karena ternyata Ali lebih cendrung ke masalah-masalah keagamaan. Sehingga untuk kepemimpinan dan kenegaraan, para ulama yang memainkan nya. Peranan ulama sangat dominant di dalam memerintah menjadi penyebab ketidaksukaan keompok Kristen. Sebab kedudukan dan jabatan strategis dalam pemerintahan dipegang oleh mereka. Mereka mengeluarkan kebijakan yang sangat diskriminatif, khususnya terhadap kleompok Yahudi dan Kristen. Apabila kelompok non Muslim ingin menjalankan praktek keagamaan, mereka diminta untuk membayar pajak bila ingin bebas menjalankan ibadahnya. Bagi masyarakat non Muslim yang tidak mampu membayar, mereka diminta untuk pergi meninggalkan tempat tinggal mereka. Kebijakan yang tidak popular ini menjadi salah satu factor penyebab perlawanan masyarakat non Muslim Andalusia. 
           Menjelang  pertengahan abad XII Murabithun mulai retak. Di Spanyol Muluk al-Thawaif menolak kekuasaaannya. DiMaroko sebuah gerakan keagamaan (muwahidun ) mulai mengingkari . 
          Kemunduran yang dialami oleh Al-Murabithun, juga dipicu oleh kecendrungan dari para pemimpinnya yang senang menumpuk harta kekayan disamping para fuqahanya terjerumus pada mengkafirkan orang lain yang berusaha untuk merobah moral masyarakat dengan mengokohkan prinsif-prinsif syari’ah dan aqidah. Sehingga   dapat   dirangkumkam, kelemahan kemudian kehancuran dinasti ini disebabkan oleh :
1.  Lemahnya disiplin tentara dan merajalelanya korupsi melahirkan disintegrasi.
2.  Berubahnya watak keras pembawaan Barbar menjadi lemah ketika memasuki kehidupan           
     Maroko dan Andalus yang mewah.
3.  Mereka memasuki Andalus ketika kecemerlangan inteletual kalangan arab telah    meng
     ganti kesenangan berperang.
4.  Kontak dengan peradaban yang  sedang menurun dan tidak siap mengadakan asimilasi.
5.  Dikalahkan oleh dinasti dari rumpun keluarganya sendiri, al-Muwahidun. 
           Dinasti Al-Murabithun  memegang tampuk kekuasaan selama sembilan puluh tahun, dengan penguasa enam orang, yang terdiri dari :
-    Abu Bakar bin Umar memerintah dari tahun 1056-1061
-    Yusuf bin Tasfin (1061-1107)
-    Ali bib Yusuf (1107-1143)
-    Tasfin bin Ali (1143-1145)
-    Ibrahim bin Tasfin (1145-1147)
-     Ishak bin Ali (1147) .
             Dinasti Al-Murabitun berakhir, ketika dikalahkan Dinasti Al-Muwahidun yang dipimpin oleh Abdul Mukmin dalam menaklukan Marokko pada tahun 1147, ditandai dengan terbunuhnya Penguasa Al-Murabithun yang terakhir, Ishak bin Ali. Walaupun sebelumnya  tentara Kristen  mulai bergerak memanfaatkan kelemahan Murabithun.
             Gerak maju Katholik Roma ke Andalusia, yang tertunda dengan kedatangan al- Murabithun, kemudian mendapat momentumnya  kembali. Namun demikian, sekali lagi hal ini terhenti dengan kedatangan gelombang lain kaum Muslim dari Afrika Utara, yaitu kaum Almohad atau dalam bahasa Arab: al- Muwahhidun.

BAB III
DINASTI MUWAHHIDUN

A.   Proses Berdirinya dan Berkembangnya Dinasti Muwahhidun.
           Pada masa akhir Murabithun, Abdullah ibn Tumart, seorang sufi Mesjid Cardoba, melihat sepak terjang kaum Murabithun, ia ingin memperbaikinya. Ia kemudian berangkat ke Baghdad dan menambah ilmu kepada iman al—Ghazali. Setelah dirasa memadai ia kembali, tinggal di Maroko. Disitu ia mulai mengkeritik dan mencela perbuatan raja-raja Murabithun yang bersalahan dengan syari’at Islam, yang menurut fahamnya tidak mengikuti sunnah Rasul.              
           Selain itu, dalam catatan sejarah, Ibnu Tumart pernah belajar di pusat-pusat studi Islam kenamaan, seperti di Cardoba, Alexandria, Makah dan Bagdad. Dikota Bagdad, Ibnu Tumart pernah belajar di Madrasah Nidlamiyah, sebuah perguruan tinggi  terkemuka di kota Bagdad. Dalam pengembaraan ilmiahnya banyak berdialog dengan pemikiran-pemikiran yang aktual saat itu, diantaranya adalah soal tidak diperlukan lagi bagi  para penganut mazhab Maliki untuk belajar tafsir Al-Qur’an dan Al-Hadist, karena keduanya telah dilakukan oleh Imam Malik. Kenyataan ini membuat Ibnu Tumart merasa ditantang. Untuk mengimbangi pemikiran seperti itu, ia menyerukan kepada umat Islam di Andalusia, agar menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta ijma’ sahabat sebagai dasar dari ajaran Islam. Selain itu ia menolak ra’yu dan Qias sebagai dasar hukumPemikiran keagamaan dan hukum yang stagnan (mandek) serta pendidikan yang rendah pada masa pemerintahan dinasti Murabithun, dijadikan sebagai motifasi  dirinya untuk pergi ke Bahdad mencari ilmu. Sekembalinya dari Bagdad ke Afrika Utara, Ibnu Tumart pada tahun 1100 M bertekad untuk melakukan pemurnian ajaran Islam. Karena menurutnya, ajaran Islam di bawah Murabithun, mengalami penyimpangan. Gerakan ini didasari atas keinginan untuk memurnikan ajaran Islam, berdasarkan Tauhid. Karena itu, gerakan ini kemudian dikenal dengan sebutan Muwahhidun. 
                
           Meskipun Ibnu Tumart dianggap sebagai pencetus gerakan Muwahidun, namun ia sendiri tidak pernah menjadi sultan.Yang lebih terkenal adalah Abd al-Mu’min yang awalnya sebagai  panglima. Ia akhirnya memimpin dinasti al-Muwahhidun selama 33 tahun (1130-1163) dengan membawa kemajuan pesat.
             Ibnu Tumart sebagai pencetus , mula-mula pergi ke Tanmaal di wilayah Sus untuk menyusun kekuatan. Yang pertama dilakukan adalah memberantas paham golongan Murabbitun  yang menyimpang, menyerukan kemurnian tauhid menentang kekafiran, antrophomorpisme dan mengajak ummat menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar walau harus dengan kekerasan. Murid-murid disuruh membuat benteng agar sukar bagi musuh hendak memasukinya. Di Tanmaal  inilah Ibnu Tumart merumuskan system militernya sebagai organisasi pemerintahan .
          Ensiklopedi IslamIII, penyebutan  nama gerakan ini dengan nama Al-Muwahhidin, yang artinya golongan yang berfaham tauhid, didasarkan atas prinsip dakwah Ibnu Tumart yang memerangi fahan al- tajsim, yang menganggap bahwa Tuhan mempunyai bentuk (antropomorfisme). Ibnu Tumart sendiri mendakwahkan bahwa ayat-ayat yang berkaitan dengan sifat Tuhan yang tersebut dalam kitab suci Al-Qur’an, seperti “tangan Tuhan”, tidak dapat ditakwilkan (dijelaskan), tapi dia harus dipahami apa adanya. Justru itu faham al-tajsim adalah benar-benar musyrik dan harus diperangi.   Ibnu Tumart menganggap bahwa menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran harus dilakukan dengan kekerasan.  Oleh karena itu, dalam mendakwahkan prinsipnya, Ibnu Tumart tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Seperti yang dilakukannya kepada saudara perempuan seorang gebernur di kota Fez, dengan cara memukul gadis tersebut karena tidak memakai kerudung. Bahkan tradisi yang sudah berurat berakar pun, seperti minuman khamar, musik dan kesenangan terhadap pakaian yang mewah, ditentang habis-habisan oleh Ibnu Tumart.
           Sikap keras yang diperankan oleh Ibnu Tumart ini ditentang oleh sebagian besar masyarakat, terutama ulama dan penguasa. Untunglah dakwahnya   kemudian         diterima                                       
dan mendapat dukungan dari berbagai suku Berber seperti suku Haraqah, Hantamah, Jaduniwiyah, dan Janfisah.
           Setelah mendapat pengikut yang banyak dan kepercayaan penuh dari orang-orang terkemuka di sukunya, pada tahun 1121 M ia mengaku dirinya sebagai Al-Mahdi dan bertekad untuk mendirikan pemerintahan Islam yang didasari atas prinsip ketauhidan.
           Untuk mengujudkan semua keinginannya, Ibnu Tumart mengirim sejumlah pengikutnya ke berbagai tempat untuk mengajak penduduk itu kejalan yang benar sesuai dengan ajaran Islam dan menyelamatkan diri dari ajaran kelompok Murabithun yang dianggap telah menyekutukan Allah. Anjuran yang selalu diajarkan kepada pengikutnya adalah untuk berakhlak mulia, taat undang-undang, shlalat tepat pada waktunya, membawa wirid yang dibuat Al-Mahdi dan buku-buku akidah Muwahihidun.
            Sejak ia mengaku dirinya sebagai Al-Mahdi, pengikutnya terus bertambah  dan berhasil menghimpun sejumlah orang Barbar yang ketuanya adalah sahabat atau murid Ibnu Tumart. Dari sinilah kemudian Ibnu Tumart menyusun konsep dan memberikan definisi yang jelas bagi kelompoknya.       
            Dari beberapa uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada mulanya dakwah Ibnu Tumart adalah murni didasari oleh keagamaan, artinya tidak didasari oleh kepentingan-kepentingan lain melainkan semata-mata menegakkan tauhid secara murni. Namun seiring dengan waktu dan jumlah pengikutnya semakin bertambah karena didasari dengan dakwahnya dapat diterima oleh orang banyak, disisi lain Dinasti Murabitun semakin lemah, akhirnys Ibnu Tumart berambisi untuk menjatuhkan dan merebut kekuasaan Dinasti Murabithun.
           Selanjutnya dibentuklah kota sebagai pusat pemerintahan, yaitu suatu daerah di bagian Selatan Maroko, dan  dari sini pulalah dilancarkan seruan perang suci untuk menaklukan    daerah-daerah     sekitarnya.     Sarana    utama      yang     digunakan  dalam   
Kordinir kegitan jama’ah, Ibnu Tumart membangun sebuah Mesjid yang megah di Ibu kota Dinasti al-Muwahhidin.
           Adapun stuktur Negara dala pemerintahan Al-Muwahidun yang di bentuk Ibnu Tumart terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :
1.   Al-Asyrah, (dewan Sepuluh), semacam Dewan Menteri disebut juga dengan nama  Ahl al-Jama’ ah.
2.    Al-Khamsin (Dewan Lima Puluh) , semacam senat.
3.    Al-sabi’in (Dewan Tujuh Puluh) , semacam Dewan Perwakilan Rakyat.
4.    Al-Talabah, Dewan Ahli yang terdiri dari Ulama-ulama Yunior.
6.    Ahl-Dar, (keluarga Istana).
7.    Kabilah Haragah, yaitu Kabilah Ibnu Tumart sendiri.
8.   Ahl Tainmul (Pasukan Inti), mewakili beberapa kabilah.
9.   Kabilah Jadmiwah.
10. Kabilah Janfisah.
11. Kabilah Hantamah.
12. Kabila-kabilah Al-Muwahhidun.
13. Para Prajurit.
14. Al-Girrat, yaitu rakyat biasa .
   Dari keempat belas stuktur diatas, masing-masing kelompok telah mempunyai tugas dan tanggungjawabnya, namun   kedudukan yang paling tinggi adalah urutan pertama      (al-‘Asyrah) yang sekaligus berwenang untuk memilih, mengangkat dan membai’at imam atau kepala pemerintahan. Dan semua struktur yang ada sama-sama mempunyai kewajiban dan tugas yang sama dalam mensukseskan dakwah Al-Muwahhidin.
           Kontak pertama dengan Murabithun terjadi ketika Gubernur Sus dengan pasukannya menyerang suku Hurglah yang membangkang terhadap pemerintahan Murabithun. Tetapi pasukan       itu      dapat       dikalahkan     oleh     kelompok    Muwahhidun.  Kemenangan
 pertama  ini   membangkitkan           semangat         kelompok      Muwahhidun          untuk
melakukan serangan ke Maroko. Dengan kekuatan besar, kelompok Muwahiddun berusaha menaklukan Maroko pada tahun 1125 M, tetapi gagal.
            Setelah mempunyai pengikut yang besar, maka pada tahun 1129 dengan jumlah pasukan 40.000 orang dibawah komando Abu Muhammad Al-Basyir Al-Wansyarisi, mereka menyerang kota Marrakech, sebagai salah satu kota penting dalam dinasti Al-Murabithun, yang terkenal dalam sejarah dengan nama “Perang Buhairah”. Dalam peperangan ini pihak Al-Muwahhidun menderita kekakalahan, banyak diantara prajuritnya yang gugur serta beberapa anggota al-Asrah termasuk komandannya sendiri Al-Wansyarisi, dan empat bulan kemudian Ibnu Tumart sendiri juga wafat.
            Sesudah Ibnu Tumart meninggal dunia, Abdul Mukmin bin Ali, dibai’at sebagai penggantinya. Setelah mendapat pengakuan dan dinobatkan oleh Dewan 10 orang.Ia diberi gelar bukan Al-mahdi, melainkan Khalifah. Pada masa kepemimpinannya inilah Al-Muwahhidin banyak meraih kemenangan dalam beberapa peperangan.
            Setelah dinyatakan sebagai khalifah, langkah pertama dilakukannya adalah menundukkan kabilah-kabilah di Afrika Utara dan mengakhiri kekuasaan Murabithun di Afrika Utara. Sejak tahun 1144-1146 M, ia berhasil menguasai kota-kota yang pernah dikuasai Murabithun, seperti Tlemcen, Fez, Tangier dan Aghmat. Setelah itu Andalusia dikuasainya pada tahun 1145 M. Kemudian pada tahun 1147 M seluruh wilayah Murabithun di kuasai Muwahhidun.
           Sejak Marrakech dikuasai, pada tahun 1146 Abdul Mukmin bin Ali memindahkan ibu kota pemerintahan dari Tinmal ke kota tersebut dan dari sana ia menyusun ekspansinya ke berbagai daerah, sehingga ia bisa menguasai Al-Jazair (1152), Tunisia (1158), Tripoli –Libya (1160).
           Dalam masa pemerintahan Abdul Mukmin bin Ali inilah, wilayah kekauasaan Al-Muwahidun membentang dari Tripoli hingga ke Samudera Atlantik sebelah barat, merupakan suatu prestasi gemilang yang belum pernah dicapai Dinasti atau Kerajaan manapun di Afrika Utara.
                                                                
              Pada tahun 1162 Abdul Mukmin bin Ali meninggal dunia, beliau digantikan puteranya sendiri yang bernama Abu Ya’kub Yusuf bin Abdul Mukmin, yang sama seperti ayahnya ingin memperluas wilayah kekuasaannya, baik ke Utara maupun ke Timur.
           Dalam masa kepemimpinannya paling tidak ada dua kali penyerangan yang dilakukannya ke Andalusia. Pertama pada tahun 1169 di bawah pimpinan saudaranya Abu Hafs, mereka berhasil merebut Toledo, kedua pada tahun 1184 yang dikomandoinya sendiri, dan berhasil menguasai wilayah Syantarin sebelah Barat Andalusia, sekaligus menghancurkan pertahanan tentara Kristen di daerah Lissabon (ibu kota Portugal saat ini), sekalipun Abu Ya’kup sendiri luka berat yang mengakibatkan kematiannya.
          Abu  Ya’kup digantikan Abu Yusuf al-Manshur (1184 -1199). Al-Manshur mencatat kemenangan atas penduduk bani Hamad di Bajaya setelah ia meminta bantuan Bahaduun, panglima Shalahuddin al-Ayyubi 1184 M. Tahun 1195 Abu Ya’cub berhasil mematahkan Alfonso VIII setelah menguasai banteng Alarcos kemudian menguasai Toledo dan akhirnya kembali ke Sevilla (sebagai ibu kota baru).
            Kemudian Al-Mansur digantikan Muhammad al-Nashir. Ia dikalahkan dalam pertempuran di Toulose, sejak itu kerajan Muwahidun melemah, orang Kristen yang pernah ditaklukan memberontak. Sebab itulah habislah kekuasaan Muwahidun di Andalusia.
            Dari uraian diatas kalau kita urutkan para pemimpin- pemimpin Muwahidun, dapat kita rangkumkan sebagai-berikut:
1.  Ibnu Tumart  sebagai pelopor awal
2.  Abdul Mu’ min sebagai khalipah I
3.   Abu  Ya’ kub Yusuf.
4.   Abu Yusuf Ya’ kub Al –Mansur
5.   Muhammad Al-Nasir        
6.   Abu Ya’ kub  Yusuf II dengan gelar Al-Muntasir



B.  Kemaujuan –Kemajuan yang Dicapai Dinasti Muwahhidun
              Berbagai kemajuan telah dicapai oleh Dinasti Muwahhidun, diantaranya adalah:
a.  Politik
     Dalam bidang politik,  Muwahhidun berhasil menguasai daerah kepulauan Samudera   Atlantik hingga Mesir dan Andalusia.
b.  Ekonomi.
Dalam bidang ekonomi, dinasti Muwahhidun menguasai jalur-jalur strategis di Italia dan menjalin hubungan dagang  dengan Genoa dan tahun 1157 M dengan Pisa. Perjanjian itu berisi tentang perdagangan, ijin mendirikan bangunan gedung, kantor, loji dan pemungutan pajak.
c.    Arsitektur.
      Dalam bidang arsitektur yang berbentuk monument seperti Giralda, menara pada  Mesjid Jami’ di Sevilla, Bab  Aquwnaou dan Al-Kutubiyah, menara yang sangat megah di Maroko dan menara Hasan di Rabath.   Juga mendirikan rumah sakit di Marakesy yang tidak tertandingi. 
d.    Ilmu Pengetahuan dan Filsafat.
      Tercatat cendikiawan muslim yang terkenal adalah Ibnu Bajjah (533H/ 1139 M) . Ia seorang ahli filsafat dan musik, disebut Avencape atau Abenpace.    Selain itu ada Ibn Tufayl (Abebecer), seorang dokter istana Muwahhidun pada masa Abu Ya’kub Yusuf. Ia dikenal  juga     dengan      nama   Al-Andalusi, Al-Kurtubi, Al-Isybili    (581 h/1185-1186 M).   Cendikiawan yang lebih terkenal adalah Averrous (Ibnu Rusyd 1126-1198 M). Ia adalah seorang filosof, dokter, ahli matematika, ahli hukum, juga seorang polimek.Tahun 578 h ia menggantikan Ibnu Tufayl sebagai kepala Tabib (dokter Istana)  pada masa Ya’ kub Yusuf. Ia juga seorang qadhi di Cordoba .

C.    Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Muwahhidun.                                       
                    
                   Sejak  khalifah dipegang oleh Muhammad Al-Nasir, dinasti Muwahhidun mulai menunjukkan kelemahan-kelemahannya. Karena Khalifah tidak lagi memiliki kemampuan untuk menyusun strategi militer guna menghadapi kekuatan tentara Kristen. Sehingga dalam pertempuran pasukan Muwahhidun  senantiasa mengalami kekalahan.
                 Kekalahan ini tentu membawa derita yang cukup panjang dalam hati khalifah dan akhirnya ia meninggalkan Andalusia untuk kembali  ke Fez dan Andalusia diserahkan kepada anaknya Abu Ya’kub Yusuf II dengsn gelar Al-Muntasir. Karena usia yang masih muda baru berusia 15 tahun, ia tidak mampu menjalankan pemerintahan. Akibatnya, perpecahan dikalangan keluarga istana tidak dapat dihindari, terutama setelah kematian nya pada tahun1224 M. Hal itu terjadi karena khalifah Al-Muntasir tidak memiliki anak yang dapat menggantikan posisinya sebagai khalifah.                   Melihat kenyataan ini, akhirnya beberapa orang kelompok Muwahhidun meneruskan pemerintahannya masing-masing didaerah-daerah tertentu. Keadaan ini dimanfaatkan oleh kekuatan Kristen untuk menyingkirkan para penguasa Dinasti Muwahhidun dari Andalusia. Usaha ini berhasil dengan terusirnya mereka dari Andalusia pada tahun 1236 M. Pengusiran secara total baru terjadi pada tahun 1238 M, kecuali daerah Granada yang dikuasai Bani Ahmar dari kerajaan Arab Madinah.
                 Dari uraian diatas telah dijelaskan setelah Al-Nasir wafat selanjutnya kekuasaan dinasti Muwahidun dipimpin oleh khalifah yang lemah. Maka setelah mengalami kejayaan selama satu abad, dinasti Muwahhidun mengalami kemunduran dan pada akhirnya mengalami kehancuran. Adapun faktor kemunduran tersebut antara lain disebabkan sebagai-berikut:
a.   Perebutan tahta dikalangan keluarga kerajaan.
b.   Melemahnya control terhadap penguasa daerah.
c.   Mengendurnya tradisi disiplin  .
   d.  Memudarnya keyakinan Ibn Tumar, bahkan namanya tak disebut lagi  dalam  dokumen Negara.
e.    Menguatnya kelompok dan raja-raja Kristen Andalusia dan lain –lain.

                     Demikian sekilas perjalanan sejarah Dinasti Muwahidun yang telah berjaya menguasai Andalusia. Tetapi karena banyak persoalan yang dihadapi, akhirnya kekuasaan Dinasti Muwahhidun melemah dan kemudian hancur akibat serangan dari berbagai pihak, terutama raja- raja Kristen. Akhirnya Dinasti Muwahhidun  di Andalusia maupun di Afrika Utara kini hanya kenangan sejarah, meskipun peninggalan- peninggalannya masih terdapat di beberapa wilayah  bekas kekuasaaannya  .        
           
BAB IV
KESIMPULAN

            Dinasti Murabithun dan Dinasti Muwahhidun adalah dua dinasti Islam yang pernah jaya di Spanyol dan Afrika Utara. Meskipun pada awal tebentuknya kedua dinasti ini berawal dari suatu gerakan keagamaan yang menegakkan kebenaran dengan memberantas kemungkaran. Tapi pada akhirnya berkembang menjadi suatu kekuatan dengan mengandalkan pasukan perangnya. Sehingga pada kedua masa pemerintahan dua dinasti ini telah berhasil mengantar  Islam untuk memiliki peradapan  yang berkembang pesat, seperti ilmu pengetahuan, seni ukir, seni arsitektur dll. Sehingga lahirlah sejumlah tokoh –tokoh Islam yang masyhur didunia Islam dan  terkenal didunia Barat.
           Tetapi seiring dengan perubahan waktu serta keadaan, kedua dinasti ini kian melemah dikarenakan perubahan sikap mental   yang dipicu oleh kesenangan dan kemewahan, dan perpecahan yang terjadi dikalangan kaum muslimin. Sehingga mengantarkan kedua dinasti ini mengalami kemunduran dan bahkan kehancuran apalagi dengan bertambah kuatnya kekuatan musuh dari kalangan umat Kristen. Sehingga tidak dapat dielakkan lagi kedua kekuasaan tersebut saat ini hanya tinggal didalam catatan sejarah. Meskipun sisa-sisa kejayaan dan bangunan-bangunan tersebut masih kita jumpai akan tetapi tidak menjadi milik Islam lagi. Semoga apa-apa yang masih tersisa ini dapat kita ambil hikmahnya dan kita jadikan pelajaran bagi generasi kita mendatang.
           Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita, masukan dari teman-teman sangat, serta bimbingan dan arahan dari bapak dosen sangat dibutuhkan untuk menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan.
                                                                  20  


BIBLIOGRAFI


      Ali, K. AStudy of Islamic History, Terj. Ghufron A. Mas’adi Jakarta,PT.Raja    Grafindo Persada, cet. IV, 2003.

      Arsyad, M. Nastsir.  Ilmuan Muslim Sepanjang Masa, Bandung, Mizan, 1989.
      Asari, Hasan. Menyingkap Zaman Keemasan Islam, Edisi Revisi, Bandung, Cita  Pustaka Media, 2007.

      Departemen Agama, Ensiklopedi Islam III, Jakarta, Ictiar Baru Van Hoeve, cet   VI, 1999.

   Geertz, Clifford. Islam Observed,Religious Development in Marocco and Indonesia        ,Terj Hasan Basri, Jakarta,Yayasan ilmu –Ilmu social, Cet I, 1982.

    Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jakarta , NV. Nusantara ,  jilid II, 1961.

    K. Hitti, Philip. The Arabs a Short History, Terj. U. Hutagalung dan ODP, Sihombing, Bandung, NVPenerbitan W Van Hoeve, 1953.

    Lapidus, Ira M.  A Study of Islamic Societe, New Yprk: Cambridge University Pres, 1989

   Muradi. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta, PT Karya Toha Putra, Tahun 2006.
Sunanto , Musyrifah. Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu              Pengetahuan Islam), Jakarta, Prenada Media, 2003.
Sumalyo, Yulianto,  Arsitektur Mesjid dan  Monument Sejarah Muslim, Yogyakarta  Gajah Mada, 2006.

     Thomson, Ahmad,  Muhammad ‘Ata’ Ur Rahim, Islam Andalusia Sejarah Kebangkitan dan Keruntuhan, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2004

   Yatim, Badri.  Sejarah Peradapan Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.

Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah




PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al- Abbas, paman Rasulullah, sementara Khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.Pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul abbas Ash- saffah,dan sekaligus sebagai khalifah pertama.Selama lima Abad dari tahun 132-656 H ( 750 M- 1258 M).Kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim ( Alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan pusat kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,dan khurasan.
Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya dinasti Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia.Akan tetapi,imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah,gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah terakhir,Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh,dan memerintahkan untuk pindah ke kufah.Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far,Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah dan di usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di perintahkan untuk mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri hingga ke fustat di mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M. Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
B.     Sistem Pemerintahan
Penggantian Umayyah oleh Abbasiyah ini di dalam kepimpinan masyarakat islam lebih dari sekedar penggantian dinastiIa merupakan revolusi dalam sejarah islam,revolusi prancis dan revolusi Rusia did lam sejarah barat.Seluruh anggota keluarga Abbas dan pimpinan umat islam mengatakan setia kepada Abbul Abbas Ash-shaffah sebagai khaliffah mereka. Ash- Shaffah kemudian pindah ke Ambar, sebelah barat sungai Eufrat dekat Baghdad.
Kekhaliffahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun,9 bulan.Ia wafat pada tahun 136 H di Abar ,Satu kota yang telah di jadikanya sebagai tempat kedudukan pemerintahan.Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun. Bahkan ada yang mengatakan umur ash-Shaffah ketika meinggal dunia adalah 29 tahun.
Selama dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang di terpkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiayah dalam 4 periode berikut.
1.      Masa Abbasiyah 1, yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah tahun 132 H ( 750 M) sampai meninggalnya khaliffah Al- Wastiq 232 H ( 847 M ).
2.      Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khliffah Al- Mutawakkil pada tahun 232 H ( 847 M) sampai berdirinya Daulah buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3.      Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwahiyah tahun 334 H (946 M ) sampai masuknya kaum saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4.      Masa Abbasiyah IV,yaitu masuknya orang-orang saljuk ke Baghdad tahun447 H (1055 M ).Sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M ).
C.    Kemajuan – kemajuan Dinasti Abbasiyah
Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih dari lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang pernah berkuasa, terdapat beberapa orang khalifah yang benar-benar memliki kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, serta berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang sosial dan budaya.
Diantara kemjuan dalam bidang sosila budaya adalah terjadinya proses akulturasi dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu membawa dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam pada masa ini. Karna dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk memajukan bidang-bidang sosial budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan sosial budaya yang ada pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni bangunan dan arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan lain sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam pembanguanan istana dan kota-kota, seperti pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara banguan kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan lain-lainnya
.Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada mas inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa Dimna. Sementara tokoh terkenan dalam bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya.
Selain bidang –bidang tersebut diatas, terjadi juga kemajuan dalam bidang pendidikan. Pada masa-maa awal pemerinath Dinasti Abbasiyah, telah banyak diushakan oleh para khalifah untuk mengembangakan dan memajukan pendidikan. Karna itu mereka kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga tingakat tinggi.
1.      Kemajuan dalam bidang politik dan militer
Di antara perbedaan karakteristik yang sangat mancolok anatara pemerinatah Dinasti Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi kebijakan yang dikeluarkannya. Pemerinath Dinasti Bani Umayyah orientasi kebijakan yang dikeluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah kekuasaanya. Sementara pemerinath Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan diri pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga masa pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam. Meskipun begitu, usaha untuk mempertahankan wilayah kekuasaan tetap merupakan hal penting yang harus dilakukan. Untuk itu, pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah memperbaharui sistem politik pemerintahan dan tatanan kemiliteran.
Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik, maka pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan keamanan, yang disebut diwanul jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan.Pembentuka lembaga ini didasari atas kenyataan polotik militer bahwa pada masa pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banayak terjadi pemebrontakan dan bahkan beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasyi Abbasiyah
2.      kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan
Keberahasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban Islam secara menyeluruh, tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di anataranya adalah kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non Arab ( Mawali ), yang memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah lama melingkupi kehidupan mereka. Meraka diberikan fasilitas berupa materi atau finansial dan tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan malalui bahan-bahan rujukan yang pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata membawa dampak yang sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan sains yang membawa harum dinasyi ini.
Dengan demikian, banyak bermunculan banyak ahli dalam bidang ilmu pengetahaun, seperti Filsafat, filosuf yang terkenal saat itu antara lain adalah Al Kindi ( 185-260 H/ 801-873 M ). Abu Nasr al-faraby, ( 258-339 H / 870-950 M ) dan lain-lain.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban islam juga terjadi pada bidang ilmu sejarah, ilmu bumi, astronomi dan sebagainya. Dianatar sejarawan muslim yang pertama yang terkenal yang hidup pada masa ini adalah Muhammad bin Ishaq ( w. 152 H / 768 M ).
3.      kemajuan dalam ilmu agama islam
Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berlangsung lebih kurang lima abad ( 750-1258 M ), dicatat sebagai masa-masa kejayaan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam ini, khususnya kemajuan dalam bidang ilmu agama, tidak lepas dariperan serta para ulama dan pemerintah yang memberi dukungan kuat, baik dukungan moral, material dan finansia, kepada para ulama. Perhatian yang serius dari pemeruntah ini membuat para ulama yang ingin mengembangkan ilmu ini mendapat motivasi yang kuat, sehingga mereka berusaha keras untuk mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan dan perdaban Islam. Dianata ilmu pengetahuan agama Islam yang berkembang dan maju adalah ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu fiqih dan tasawuf.








D.    Faktor Eksternal dan internal kejatuhan Dinasti Abasiyah
1)      Faktor Eksternal
Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan kehancuran Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
Kekalahan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari pasukan Alp Arselan yanag hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertabah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung  dalam beberapa gelombang atau peride telah banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre. Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.


2. Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah
Orang-orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603-624 H). mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang dikenal keras kepala dan suka aberlaku jahat.Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257, Hulagu mengirimkan ultimatum keada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan.
Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, asuakn Hulagu bergerang untuk mengahncurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagu mengzinkan pasukannya untuk melakukan aa saja di Baghdad. Mereka menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang.Perlu juga disebutkan disini peran busuk yang dimainkan oleh seorang Syi’ah Rafidhah yaitu Ibn ’Alqami, menteri al-Mu’tashim, yang bekerjasama dengan orang-orang Mongolia dan membantu pekerjaan-pekerjaan mereka
2.       Faktor Internal
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut
a.       Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab ('ajam) di dunia Islam.Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara.
Adalah Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota. Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami, sehingga khalifah berikutnya menjadi boneka mereka.
Setelah al-Mutawakkil (232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat (447-590H).
b.       Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri
wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun dalam kentaannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti.Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan Turki.
Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama, seorang peminpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Marokko. Kedua, seorang yang ditunjk menjadi gubernur oleh Khalifah yang kedudukannya semakin kuat, seerti daulah Aghlabiyah di Tunisiyah dan Thahiriyyah di Khurasan.Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:
a)      Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H), Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H), Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad (320-447).
b)      Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
c)      Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H), Ayubiyah (564-648 H).
d)     Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394 H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489 H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).
e)      Yang Mengaku sebagai Khalifah : Umawiyah di Spanyol dan Fatimiyah di Mesir.
3.      Kemerosotan Perekonomian
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
4.      Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa, maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.Adalah khalifah Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi Khawarij yang mendirikan Negara  Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H. setelah al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang syi'ah "menziarahi" makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.
Selain itu terjadi juga konflik dengan aliran Islam lainnya seperti perselisihan antara Ahlusunnah dengan Mu'tazilah, yang dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan ahlusunnah kembali naik daun. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa dinasti Seljuk yang menganut paham Asy'ariyyah penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa, aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan Berjaya.
Perkembangan Ekonomi Sosial Pada Masa Daulat Abbasiyah
a. Perdagangan Perniagaan tetap menjadi perhatian yang besar, baik dari penguasa Umawiyah maupun
Abbasiyah lebih menggondol bangsa Arab dalam memegang sentral kekuatan ekonomi negara, termasuk
dalam perdagangan. Sementara pemerintah Abbasiyah lebih egaliter dan equal sifatnya, sehingga golongan
muslim manapun bisa ikut andil dalam memegang kendali perdagangan, tanpa mengalami kesulitan dalam hal
birokrasi tetapi bagaimanapun satu hal yang patut dibanggakan pada kekuasaan dinasti Abbasiyah Penyebaran
yang efektif dari agama Islam bukanlah akibat perlakuan atau espansi militer kewilayahan-kewilayahan
tertentu, melainkan melalui kegiatan secara damai oleh pihak-pihak saudagar muslim dan oleh misi-misi
golongan sampai di sisi lain. Orang tertarik memeluk agama Islam berkat suri tauladan yang mereka
perlihatkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
 Sumur-sumur dan terminal tempat peristirahatan para kapilah dagang yang Menempuh rute daratan, kian
diperbanyak jumlahnya, demikian juga menara-menara pengontrol. Bagi yang menggunakan rute laut
penguasa Abbasiyah menambah jumlah armada lautnya. Kecuali untuk pengamanan pelabuhan-pelabuhan
dagang juga untuk mengawal dan mengamankan kapal-kapal yang mengarungi lautan dari gangguan para
perampok. Perhatian ini sangat memberi pengaruh besar bagi perkembangan perniagaan muslim yang berskala
lokal maupun Internasional. Tidak heran jika masyarakat Eropa pada saat itu menjuluki para pedagang muslim
dengan “raja-raja dari timur” Dari Baghdad dan pusat-pusat perdagangan Islam lainnya para
pedagang muslim mengirim barang-barang melalui samudera ke timur jauh. Eropa dan Afrika, seperti
hasil-hasil industri perhiasan, kaca logam, Mutiara dan rempah-rempah. Mata uang arab (Daulah Abbasiyah)
yang beberapa dasa warsa terakhir ini ditemukan para arkeologi di daerah utara sampai Rusia, Finlandia,
Jerman dan Swedia, membuktikan bahwa kegiatan kaum muslimin dari zaman ini dan zaman berikutnya
meliputi seluruh dunia.  b. Rute Dan Pusat Penting Perdagangan  Luas wilayah kerajaan yang tingginya
tingkat peradaban yang dicapai baik dalam bidang industri maupun pertanian memaksa diadakan suatu
perdagangan Internasional yang lebih luas. Berikut rute-rute penting yang dilalui para saudagar pada kegiatan
niaga pada masa dinasti Abbasiyah. 1. Dari barat ke timur via Mesir, memakai rute ini Kebanyakan para
pedagang Yahudi yang menjadi mitra usaha saudagar muslim dan Irak. Di istahan mereka mempunyai
perkampungan dagang yang disebut Havi Yahudi (lorong Yahudi) 2. Dari Eropa ke Timur Via Antiokh terus
ke Baghdad melalui sungai efrat, kemudian teluk Persi, Yaman, India dan China 3. Dari utara Rusia ke timur
melalui laut Kaspia kemudian ke Marx, Balk, Bukhara, Samarkhand, Transoxiana, dan China  4. Jalur darat
dari Eropa ke timur dimulai dari Andalusia, melalui Jabal Tarik ke Maroko, Tunisia, Mesir, Damaskus, Irak
(Baghdad, Basrah, dan Kuffah) lalu ke Iran, Kirman, India dan berakhir di China. Para saudagar muslim yang
berniaga lewat jalur ini sekarang disebut silk road (jalur sutra). Disebut demikian karena salah satu barang
dagangan yang diangkut berupa sutra. 5. Jalur laut dan Teluk Persi, Gujarat, Selat Malaka, Jawa, Laut China
ke Kanton (China) Sebuah karya maha penting tentang rute-rute dan pusat perdagangan dan pemerintahan
ditulis pada masa ini (abad ke 3 H/ 9 masehi) oleh seorang ahli geografi Abu Al–Qosim bin
Khurdadhbeh dari Persia dalam buku yang dinamakannya Al-Musalik wa al Mamalik, berikut pusat-pusat
penting perdagangan pada masa dinasti Abbasiyah. 1. Antiokh yang terletak di pesisir timur laut tengah
pelabuhan yang diperlebar pada masa khalifah mu’tasim ini merupakan pusat perdagangan Syam yang
menjadi transit (perhentian) para saudagar timur dan barat. 2. Pelabuhan Iskandaria dan varma, juga menjadi
penghubung antara pedagang yang dagang dari Eropa dan laut merah. 3. Ailot, Qolzam, dan Jeddah, adalah
pusat-pusat perdagangan laut merah, Jeddah bahkan setiap tahun menjadi terminal jamaah haji yang datang
dari pelosok dunia. 4. Aden pintu gerbang kapal-kapal yang akan memasuki laut merah 5. Basrah pintu
gerbang kota Baghdad dan muara sungai Tigris didatangi oleh pedagang dari timur dan barat 6. Baghdad
merupakan kota dagang terbesar di Asia, sebagaimana Iskandaria sebagai pusat perdagangan di Afrika,
kesemarakan kota ini tidak saja disebabkan kedudukannya sebagai ibu kota daulat Abbasiyah dan pusat
pertemuan jalur-jalur niaga dari seluruh penjuru. 7. Damaskus menjadi kota dagang penting karena dilewati
oleh kapilah-kapilah jamaah haji yang berangkat dan pulang dari Mekkah. 8. Tushat, kota dagang Mesir di
Page 1Perkembangan Ekonomi Sosial Pada Masa Daulat Abbasiyah
zaman dinasti Fatimah, merupakan kota terbersih dan aman tentram 9. Tes (Maroko) dan lain-lain Satu
kebiasaan bangsa Arab sebelum Islam dan diteruskan kaum muslim, yakni dilangsungkannya pekan-pekan
dagang dan bazaar raya pada waktu-waktu tertentu do kota-kota penting perdagangan.  c. Pertanian Kegiatan
perdagangan tidak mungkin mencapai kepesatan yang luar biasa jika tidak ditopang oleh kegiatan pertanian
dan Perindustrian yang mapan. Hal ini yang sangat menjadi perhatian para penguasa dinasti Abbasiyah. Pada
masa Abbasiyah lah bidang pertanian mengalami perkembangan pesat, karena di samping ibu kota terletak di
daerah sangat subur (diapit oleh sungai Efrat dan Tigris), para penguasa memberi kekebasan kepada penduduk
setempat untuk mengolah lahan pertanian mereka, tanpa tekanan-tekanan yang bersifat diskriminatif
(membeda-bedakan) Sekolah-sekolah pertanian dibuka untuk menganalisis sifat-sifat tanah dan tanaman yang
cocok untuk ditanam di atas jenis tanah dan iklim yang beraneka, sebuah karya penting tentang ilmu
pengolahan tanah dan tanaman ditulis di Irak oleh seorang insinyur, Ibn Washiyyah dalam buku yang
dinamakan kitab Al-Filalah al Nabatiyyah (291 H/904 M) yang isinya merupakan hasil riset dan perpaduan
antara ilmu tradisional dengan ajaran-ajaran yang termaktub dalam filsafat-filsafat kuno. Wilayah Spanyol
yang sangat subur tidak disia-siakan kaum muslimin. Gandum merupakan makanan pokok hampir seluruh
kaum muslimin saat itu diperkebunan sayur-mayur, tumbuhan polong dan beraneka ragam makanan rambat
serta rempah-rempah melimpah ruah. Di wilayah-wilayah selain sayuran, kaum muslimin menanam seluruh
jenis buah-buahan yang terdapat di Mediterania, sementara di daerah pinggiran gurun, ditanami pohon kurma
yang menjadi makanan pokok penduduk miskin saat itu. Pertanian merupakan sumber terpenting kerajaan
Abbasiyah dan petani merupakan mayoritas penduduk yang mendiami seluruh wilayah kekuasaan di antara
mereka yang hanya menjadi buruh tani, praktek pengolahan tanah pertanian tidak jauh berbeda dengan praktek
masa khulafaur rasyidin.  d. Industri Di bidang industri terdapat pemisah antara sektor pemerintah dan swasta,
tetapi bagaimana bebasnya pihak swasta bergerak dalam suatu industri kerajinan tangan misalnya ia Tetap di
bawah aturan dan pengawasan negara. Hampir seluruh Perindustrian yang berskala besar ditangani oleh
negara, seperti pabrik senjata, galangan kapal laut, armada perdagangan pabrik kertas dan pabrik
barang-barang lux lainnya. Termasuk brukat emas untuk pakaian para khalifah dan hadiah raja-raja. Demikian
juga percetakan mata uang emas dan perak.  Kerajinan tangan yang di tangani oleh pihak swasta sangat
banyak dan bervariasi. Secara umum para produsen bertindak pula sebagai penjual barang-barang yang
diproduksinya. Bahkan, mereka yang bergerak di bidang tekstil, terhimpun dalam sebuah unit koperasi yang
disebut bazzaz (produsen dan penjual kain) yang pekerjanya penenun, pemintal dan binatu, kekuatan mereka
yang begitu besar dan sangat dominan, terutama di kota-kota besar, melahirkan kelompok baru dalam
masyarakat, aristokrat kaum pedagang. Beberapa bidang industri dan kerajinan rakyat yang terkenal pada
masa ini antara lain. 1. Industri gelas dan tembikar 2. Industri tekstil dan tenun terdapat di Myat, Kabul,
Transoxiana, Maroko Andalus, Merx dan Mesir mosul sejak awal terkenal dengan pembuatan permadani yang
khas, sedangkan kain kepala dari sutra yang hingga kini dikenal dengan sebutan kufiah, Damaskus terkenal
dengan pembuatan kain Dumas yang disulami dengan benang emas dan kain-kain tirai yang dibuat dari
pintalan sutra. 3. Kertas telah lama dikenal orang di Cina. Ketika Samarkhand ditaklukkan kaum muslimin
(704 M), di kota ini terdapat pabrik kertas tulis yang diproduksinya sangat halus dan bagus, pada akhir ke 8 M.
Baghdad telah memiliki pabrik kertas tersendiri. Dari kaum muslimin di Spanyol bangsa Eropa mengenal
kertas abad ke 12 dan 13 M. 4. Industri pertimbangan, penggalian perak, kuningan, timah, dan besi terdapat di
daerah Afrika dan Andalus. 5. Penggilingan gula tebu menyebar di sebelah barat daya Persia, Basrah, dan
Tusthat, begitu juga pengolahan minyak jaitun yang menjadi pelezat makanan terdapat di Andalus Maroko
dan Mesir. 6. Selain jenis industri yang tercantum di muka dinasti Abbasiyah menggalakan industri pembuatan
lilin, sabun kerajinan kulit, galangan kapal perang dan lain-lain.  e. Penggunaan Mata Uang (Sikka) Sejak
masa Rasulullah, mata uang telah digunakan kaum muslimin sebagai salah satu bentuk pembayaran pajak,
tetapi mereka masih menggunakan mata uang romawi dan Persia, dinar dan dirham, Umar bin Khatab ketika
menjabat khalifah mulai mencetak uang yang berciri khas Islam tetapi bentuknya masih seperti mata uang
Kisra (Persia). Di dalam koin tersebut hanya ditambah lafadz Alhamdulillah, bahkan tercantum namanya
sendiri Umar di Mekkah. Abdullah bin Zubair mencetak uang sendiri uang dirham bulat dengan lafadz
Abdullah Muhammad Rasulullah dan Amarallah biladli wal wafa. Barulah pada masa dinasti Abbasiyah tepat
Page 2Perkembangan Ekonomi Sosial Pada Masa Daulat Abbasiyah
pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-96) dicetak pada masa daulat Islam. Mata uang dicetak
dengan bahan perak (disebut dirham) dan bahan emas (dinar) bertuliskan la ilaha illahau wahdah la syarikalah,
atau surat al-ikhlas dan ayat-ayat tertentu dari al-Qur'an. Di sisi lain tertulis tempat dan tahun percetakan. Mata
uang Islam segera disebarkan ke wilayah–wilayah Islam diberbagai pelosok. Sejak itu mata uang Persia
atau romawi tidak lagi dipergunakan, khalifah Abdul Malik sangat ketat dalam penggunaan mata uang, ia
mengancam dengan hukuman mati bagi seseorang muslim yang tidak menggunakan mata uang Islam sebagai
sarana jual beli  f. Kehidupan Sosial Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa
persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim Administrasi
dari tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan meletakan ibu
kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa
Aria dan Sumit dan agama Islam, Kristen, dan Majusi. Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah
tidak lagi berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan seseorang seperti menurut jarzid
Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus
terdiri dari khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan
panglima). Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya. Dan pra petugas khusus, tentara dan
pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar dan
penguasa buruh dan petani. KESIMPULAN  1. Untuk memajukan usaha perdagangan nasional maupun
Internasional, para khalifah Menempuh beberapa usaha antara lain: memperbanyak jumlah sumur-sumur dan
tempat peristirahatan para khalifah dagang yang Menempuh rute daratan dan kemudian mendirikan
menara-menara, pengontrol armada laut dan membentuk pasukan pengamanan untuk kebutuhan perdagangan
jalur laut. 2. Para saudagar, terutama yang berniaga melalui jalur darat dan Asia barat dan tengah hingga ke
daratan Cina dan India sangat besar jasanya dalam menyebarkan agama Islam di wilayah-wilayah yang
dikunjunginya. 3. Kepemilikan tanah pada masa Abbasiyah umumnya terbagi ke dalam tanah milik kaum
muslim tanah wakaf beberapa model praktek pengolahan tanah antara lain muzara’ah dan mugharasah.
4. Perindustrian terbagi ke dalam sektor industri yang ditangani dan yang oleh pihak negara dan pihak swasta
5. Pendapatan kas negara bersumber antara lain dari zakat jizyah, gharimah usy’r kharaj dan pajak
perdagangan. Pendapatan antara lain dibelanjakan untuk haji pegawai negara, tentara, pembangunan pertanian
dan industri perlengkapan senjata perang, ongkos para tahanan, dan hadiah-hadiah bagi orang yang
dikehendaki para khalifah. 6. Pada masa dinasti Abbasiyah, suasana kehidupan bermasyarakat lebih
berdasarkan persamaan
Page 3












Daftar Pustaka


Syalabi A, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Alhusna, Jakarta.1983
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.1983
Amin Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta.2009
Wahid N. Abbas, Kazanah Sejarah Kebudayaan Islam, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo. 2009